Senin, 08 Desember 2008

Grup Ciputra menggaet Sekretariat Jendral DPR

Kondisi industri properti yang belum pulih sepenuhnya, membuat para pengembang harus melakukan berbagai terobosan agar bisa bertahan hidup. Kiat yang dilakukan sejumlah pengembang cukup efektif, sekalipun tidak sedikit juga jumlah pengembang yang terpaksa gulung tikar.
”Kita sebagai developer diselamatkan oleh pembelian oleh korporat atau perusahaan. Kalau tidak demikian, entah bagaimana teman-teman pengembang bisa selamat melalui krisis yang berlangsung.” Demikian ucapan dari Lukman Purnomosidi, Presiden Direktur PT Jaringan Selera Asia (JSA) yang memiliki proyek-proyek perumahan sederhana di Parung, Bogor, Tangerang. Bahkan ia berani menyatakan, sektor properti utamanya subsektor perumahan sederhana hingga menengah, paska krisis 1997, tertolong oleh penjualan rumah kolektif. Dan ia sendiri tidak bisa membayangkan banyaknya rekan pengembang yang usahanya rontok karena tidak mendapatkan pembeli korporasi.
Inilah jurus jitu dari pengembang (developer) demi mensiasati ekonomi yang lesu dan daya beli masyarakat yang menurun sekaligus menjaring pasar yang lebih luas.
Untuk beberapa waktu terakhir dan waktu mendatang, fenomena penjualan rumah secara korporasi ini diyakini bakal menjadi trend. Mengapa? Karena sejumlah pengembang kelihatan makin fokus menggarap pasar korporat/perusahaan.

Kepastian
Menurut data, sepanjang tahun 2003 realisasi pembangunan rumah di Indonesia mencapai angka 50.000 unit rumah, baik rumah sederhana, menengah hingga mewah. Jika diasumsikan rumah mewah hanya menempati porsi 10 persen, maka setidaknya 40.000-50.000 unit adalah rumah menengah dan sederhana. Dan dari jumlah tersebut hitungan kasarnya, sekitar 70 persen atau 28.000-31.000 unit terbangun di wilayah Jabotabek.
Mengapa penjualan secara korporasi semakin marak?
Menurut Fuad Zakaria, Ketua Umum DPP Apersi (Asosiasi Pengembang Perumahan Sederhana Seluruh Indonesia), strategi menggaet konsumen perusahaan memberi kepastian yang lebih besar bagi pengembang.
“Jelas lebih menguntungkan bagi developer. Sekali “pukul” bisa mendapatkan pembeli ratusan unit, siapapun developernya pasti sangat senang karena itu berarti usahanya bisa jalan terus karena pembeli sudah di depan mata. Sebaiknya memang demikian, developer jangan terlalu menggantungkan pada penjualan perorangan, tetapi cobalah melirik pasar korporat karena peluang di sana cukup besar,” kata Fuad.

Citra Indah
Perumahan lain yang juga “ketiban rejeki” mendapatkan pembeli perusahaan adalah Perumahan Citra Indah di Jonggol. Belum lama ini perumahan yang dibangun oleh Grup Ciputra tersebut berhasil menggandeng Koperasi Pegawai Sekretariat Jenderal DPR. Bahkan pihak Setjen pun siap menyediakan bus antar jemput Citra Indah-kantor DPR, untuk memudahkan perjalanan.
Menurut Setyanta Nugraha, Ketua Koperasi Pegawai Setjen DPR, dari sekitar 1.271 pegawai Setjen, sekitar 40 persen belum memiliki rumah sendiri. Dari yang 40 persen ini, sekitar 35 persen berminat untuk memiliki/membeli rumah dengan segera.
“Animo untuk membeli rumah yang layak dan terjangkau di Citra Indah cukup besar. Selama periode penawaran selama dua bulan telah terdaftar sekitar 70 orang yang akan membeli. Harapan saya, semua anggota yang belum punya rumah bisa mengambil kesempatan ini,” katanya pada acara penandatangan dengan Bank Niaga selaku pemberi KPR (kredit pemilikan rumah) yang berlangsung di Jakarta, Rabu (17/4).
Pada acara tersebut hadir Sekjen DPR, Sitti Nurhajati Daud, Manager Marketing Perumahan Citra Indah, Ida Prastini serta Manager Sales Team Leader Loan Product Corporate Bank Niaga, Ika Putri Gaban.
Dipilihnya Citra Indah menurut Setyanta karena sejumlah alasan. Yang terutama, perumahan ini mudah diakses sekalipun jaraknya relatif jauh. Selain itu, kredibilitas dan legalitas dari Grup Ciputra selaku developer rasanya tidak perlu diragukan lagi. Selanjutnya adalah karena harga yang kompetitif dan terjangkau.
“Dalam hal ini kami sangat selektif. Dan setelah kami survai beberapa lokasi, ternyata kami menilai Citra Indah memenuhi tiga kriteria tersebut,” ujarnya.
Selama ini diketahui bahwa dari sejumlah proyek perumahan yang dikembangkan oleh Grup Ciputra seperti Citra Gran (Cibubur), Citra Raya (Tangerang), Bintaro Jaya, perumahan Citra Indah adalah yang paling dapat dijangkau oleh konsumen berkantong pas-pasan. Di perumahan ini konsumen masih dimungkinkan mendapatkan satu unit rumah tipe 21 dan 36 seharga kurang dari Rp 80-100 juta, dengan ukuran luas tanah bervariasi.

Kini jelas bagi kita bahwa strategi atau pola membidik pasar korporat atau perusahaan semakin marak. Para pengembang pun menyukai opsi ini karena lebih menjamin kelangsungan proyek perumahan.
Meski demikian, hampir semua pengembang mengakui tidak akan melupakan cara-cara penjualan konvensional perorangan atau individu. Apa yang kini dilakukan oleh pengembang adalah inovasi baru untuk menjaring pasar yang lebih luas.
“Kita tidak mungkin meninggalkan pembeli perorangan. Hanya mungkin, jika dulu pasar korporasi belum terlalu dilirik, kini makin kita garap intensif. Kendalanya, untuk mendapatkan satu konsumen korporasi butuh waktu lama, bisa berbulan-bulan. Sedangkan pembeli perorangan dengan cepat bisa kita jaring,” ucap Fuad.
Singkatnya, inilah jurus jitu dari pengembang. Penjualan perorangan tetap berlangsung, sementara penjualan kepada korporasi semakin intensif.
(SH/rudy victor sinaga)

Tidak ada komentar: